Pada hari ini (Sabtu, 5 Oktober 2019), Program Studi Pendidikan IPA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang sedang melaksanakan Seminar Nasional Pembelajaran IPA Ke 4 Tahun 2019 yang diketuai oleh Vita Ria Mustikasari, S.Pd., M.Pd. dengan bantuan kepanitiaan yang terdiri dari dosen-dosen Program Studi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang (Dr. Munzil, M.Si., Sugiyanto, S.Pd., M.Si., Muhammad Fajar Marsuki, S.Pd., M.Sc., Novida Pratiwi, S.Si., M.Sc., Erni Yulianti, S.Pd., M.Pd., Erti Hamimi, S.Pd., M.Sc., Agung Mulyo Setiawan, S.Pd., M.Si., Isnanik Juni Fitriyah , S.Pd., M.Si. dan Yessi Affriyenni , S.Pd, M.Sc). Kegiatan ini mengangkat tema ” Integrasi dalam Pembelajaran IPA untuk Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0″. Dalam kegiatan ini, Prodi Pendidikan IPA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang sebagai panitia pelaksana menghadirkan tiga pembicara utama (keynote speakers) yaitu Prof. Dr. Sudarmin, M.Si. (Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang), Prof. Dr. Sutopo, M.Si. (Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang), dan Sugiyanto, S.Pd., M.Si. (Prodi Pendidikan IPA Universitas Negeri Malang).

Materi pertama dibawakan oleh Prof. Dr. Sudarmin, M.Si. dengan mengangkat judul makalah tentang “Model Integrasi STEM pada Pembelajaran IPA untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Aabd 21 di Era Rrevolusi Industri 4.0”. Dalam materi ini, Prof. Dr. Sudarmin, M.Si. membuka materi dengan menampilkan beberapa contoh perangkat pembelajaran yang menerapkan konsep STEM pada pembelajaran IPA. Contoh perangkat berbasis STEM yang ditampilkan oleh Prof. Dr. Sudarmin, M.Si. tidak hanya perangkat yang diterapkan pada pembelajaran kimia yang merupakan bidang keahlian Prof. Dr. Sudarmin, M.Si., tetapi Prof. Dr. Sudarmin, M.Si.  juga menampilan contoh perangkat pembelajaran berbasis STEM dalam pembelajaran dengan Kompetensi Dasar bertema biologi dan fisika sebagai bagian dari IPA. Menurut Prof. Dr. Sudarmin, M.Si., dunia pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 saat ini menghadapi beberapa tantangan yaitu (1) membentuk pola pikir anak-anak zaman now, (2) mengasah dan mengembangkan bakat dari setiap peserta didik, dan (3) mengubah model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan zaman now. Untuk dapat menghadapi tantangan pada abad 21 tersebut, Prof. Dr. Sudarmin, M.Si. mengatakan bahwa Indonesia perlu menerapkan konsep “Literasi Baru”. Literasi Baru yang dimaksud adalah (1) Literasi Data, (2) Literasi Teknologi, dan (3) Literasi Manusia. Literasi Baru ini harus dikemas dalam bentuk sebuah pembelajaran yang tidak hanya mengajarkan materi pembelajaran/IPA sebagai sebuah bidang yang terpisah, tetapi pembelajaran yang terintegrasi satu sama lain. Untuk itu, Prof. Dr. Sudarmin, M.Si. menegaskan bahwa pembelajaran berbasis STEM sangat diperlukan. Pembelajaran berbasis STEM mengharuskan proses pembelajaran terdiri dari komponen Sains (S), Teknologi (T), Engineering (E), dan Matematika (M) sehingga proses pembelajaran berlangsung secara terintegrasi. Pada akhir sesi, Prof. Dr. Sudarmin, M,Si. menegaskan bahwa guru sebagai ujung tombak proses pembelajaran IPA di kelas harus mampu mencari Cross Point antara keempat bidang yang termuat dalam STEM.

Materi kedua kedua dibawakan oleh Prof. Dr. Sutopo, M.Si. dengan mengangkat judul makalah tentang “Integrasi STEM pada Pembelajaran Optika Geometri”. Prof. Dr. Sutopo, M.Si. mengemukakan bahwa Era Revolusi Industri 4.0 merupakan era dimana perubahan terjadi di masyarakat secara sangat cepat dan membuat konsep lama yang sudah ada hilang dari tengah masyarakat tanpa bekas. Yang menjadi penyebab utama terjadinya perubahan ini adalah (1) berkembangkan teknologi di bidang sensor dan material maju (advance material), (2) semakin berkembangnya bidang digital (AI, VR, AR, 3D Printing), dan (3) semakin cepat dan besarkan kapasitas internet. Prof. Dr. Sutopo, M.Si. menegaskan bahwa ketiga hal ini disebabkan oleh hasil kolaboratif orang-orang yang menguasai STEM, handal dalam Problem Solving, kreatif dan inovatif serta gigih dan ulet (Persistence). Hasil analisis dari Prof. Dr. Sutopo, M.Si. tentang perubahan yang sangat cepat ini menunjukkan bahwa guru sebagai lini depan proses pendidikan tidak harus mengajarkan teknologi baru sebagai bentuk adaptasi terhadap zaman. Hal ini disebabkan teknologi bersifat substitusi yang berarti teknologi baru akan menggantikan teknologi yang lama sehingga bisa saja teknologi yang saat ini dipakai oleh guru tidak lagi dipakai oleh peserta didik saat mereka berada di tengah masyarakat. Prof. Dr. Sutopo, M.Si. berpendapat bahwa Sains (S) dan Matematika (M) sebagai unsur pembelajaran STEM bersifat konsep yang sifatnya non substitusi terhadap konsep lama, sedangkan Teknologi (T) dan Engineering (E) bersifat substitusi terhadap konsep lama. Pada akhir sesi, Prof. Dr. Sutopo, M.Si. memberikan contoh penerapan STEM dalam pembelajaran IPA, misalnya integrasi matematika dalam ilmu sains dapat terlihat dalam proses pemanfaatan matematika untuk menjaga alur logika pada ilmu sains.

Materi ketiga dibawakan oleh Sugiyanto, S.Pd., M.Si. dengan mengangkat judul makalah tentang “Pengembangan Asesmen Pembelajaran IPA Terintegrasi STEM”. Sugiyanto, S.Pd., M.Si. mengawali sesi dengan memberikan contoh yel-yel agar peserta tetap fokus. Setelah itu, Sugiyanto, S.Pd., M.Si. menerangkan bahwa guru IPA saat ini masih banyak yang belum mampu mengidentifikasi hal yang harusnya diukur dalam proses pembelajaran IPA. Asesmen pembelajaran seharusnya tidak hanya mengukur hasil belajar pada ranah kognitif yang berkaitan dengan Kompetensi Inti 3 dan 4 saja, tetapi juga harus mengukur hasil belajar pada ranah psikomotorik yang berkaitan dengan Kompetensi Inti 4 dan ranah afektif yang berkaitan dengan Kompetensi Inti 1. Penilaian afektif tidak harus dilakukan untuk banyak indikator sikap dalam satu pertemuan. Misalnya seorang guru ingin mengukur sikap A, B, dan C dalam proses pembelajaran. Guru tidak harus mengukur ketiga sikap ini dalam satu pertemuan, tetapi bisa dibagi ke setiap pertemuan yang relevan. Di akhir sesi, Bapak Sugiyanto, S.Pd., M.Si. menegaskan bahwa menegaskan bahwa banyak hal yang harus dinilai dalam sebuah proses pembelajaran, bukan hanya ranah kognitif saja.